Sejarah
dan Perkembangan Pendekatan Komunikatif
Munculnya pendekatan komunikatif dalam pembelajaran bahasa
bermula dari adanya perubahan-perubahan dalam tradisi pembelajaran bahasa di
Inggris pada tahun 1960-an menggunakan pendekatan situasional (Tarigan,
1989:270). Dalam pembelajaran bahasa secara situasional, bahasa diajarkan dengan
cara mempraktikkan/melatihkan struktur-struktur dasar dalam berbagai kegiatan
berdasarkan situasi yang bermakna.
Namun, dalam perkembangan selanjutnya, seperti halnya teori
linguistik yang mendasari audiolingualisme, ditolak di Amerika Serikat pada pertengahan
tahun 1960-an dan para pakar linguistik terapan Inggris pun mulai
mempermasalahkan asumsi-asumsi yang mendasari pengajaran bahasa situasional.
Menurut mereka, tidak ada harapan/masa depan untuk meneruskan mengajar gagasan
yang tidak masuknakal terhadap peramalan bahasa berdasarkan peristiwa-peristiwa
situasional.
Apa yang dibutuhkan adalah suatu studi yang lebih cermat
mengenai bahasa itu sendiri dan kembali kepada konsep tradisional bahwa
ucapan-ucapan mengandung makna dalam dirinya dan mengekspresikan makna serta
maksud pembicara dan penulis yang menciptakannya (Howatt, 1984:280, dalam
Tarigan, 1989:270).
Adapun latar belakang munculnya pendekatan komunikatif dalam
pembelajaran bahasa, diantaranya sebagai berikut :
1)
Ketidakpuasan akan beberapa teori bahasa ; tradisional,
struktural, dan mentalistik yang menekankan pada pembelajaran bahasa pada teori
bahasa.
2)
Adanya penekanan kurikulum dan kepentingan humaniora.
Perubahan kurikulum saat itu masih tetap menekankan pada pemahaman teori-teori
bahasa. Akibat dari kondisi ini, peserta didik secara teori mampu mengusai ilmu
bahasa tetapi penggunaan bahasa dalam komunikasi masih kurang.
3)
Muncul pendekatan komunikatif tahun 1980. Kemunculan
pendekatan ini membawa angin segar dalam pembelajaran bahasa Indonesia di
kelas.
Ciri-Ciri
Pendekatan Komunikatif
Pada
umumnya pendekatan komunikatif dikaitkan dengan keterampilan berbicara dan
menyimak. Namun, dalam pembahasan kali ini akan lebih difokuskan lebih mendalam
terhadap ketrampilan berbicara. Hal ini perlu diingkarkan lagi ada beberapa
prinsip pendekatan komunikatif dalam pembelajaran bahasa. Ada empat prinsip
fundamental yang diyakini pelopor pendekatan komunikatif (Jos Daniel Parera,
115) :
1)
Materials in the language classroom
should be authentic-or as authentic
as possible-because the language of the “real world” is neccessary for good
language learning.
(Terjemahan : Materi pelajaran
bahasa di dalam kelas harus asli-sedapat mungkin asli-karena bahasa dari dunia
yang nyata sangat diperlukan untuk pembelajaran).
2)
Activities in the language should be
“real” and Purposeful : “With respect
to teaching methodology, it is crucial that classroom avtivities reflect. .
those comunications activities that the learner is most likely to engage in”.
(Terjemahan : kegiatan-kegiatan
berbahasa haruslah “nyata” dan penuh tujuan, dengan memperhatikan metodologi
pembelajaran adalah sangat penting kegiatan-kegiatan komunikasi yang
memungkinkan peserta didik terlibat dan melibatkan diri).
3)
Language materials should be contextualized: instead of extracting or
creating discretepieces of language materials must presented in meaningful
context.
(Terjemahan : materi pengajaran
bahasa harus terkontekstualisasi, sebagai gantu menyarikan atau membangun
penggalan yang berbeda-beda mengenai bahasa, materi bahasa harus disajikan
dalam konteks yang bermakna).
4)
Individual
learner needs are paramount in the language
classroom: materials and activities should reflect those needs.
(Terjemahan : kepentingan sisiwa
adalah yang terpenting dalam kelas bahasa, materi dan kegiatan harus
memperlihatkan keperntingan-kepentingan peserta didik).
Adapun
ciri-ciri dalam pendekatan komunikatif, antara lain diantaranya sebagai berikut
:
1)
Adanya kegiatan komunikasi fungsional
dan interaksi sosial yang saling berkaitan erat.
2)
Pembelajaran berorientasi pada
pemerolehan kompetensi komunikatif bukan ketepatan gramatikal.
3)
Pembelajaran diarahkan pada modifikasi
dan peningkatan peserta didik dalam menemukan kaidah bahasa melalui kegiatan
berbahasa.
4)
Materi pembelajaran berangkat dari
analisis kebutuhan pembelajaran.
Daftar
Referensi :
Ali, Muhammad. 2004. Guru Dalam Proses Belajar Mengajar. Bandung : Sinar Baru
Algasindo
Daniel, Parera Jos.
1996. Pedoman Kegiatan Belajar
Mengajar Bahasa Indonesia. Jakarta : Rasindo
Mulyati. 2010. Diagnosa Kesulitan Belajar.
Semarang : IKIP PGRI PRESS
Mulyono, Abdurrahman.
2003. Pendidikan Bagi Anak
Berkesulitan Belajar. Jakarta : PT Asdi Mahasatya
Tidak ada komentar:
Posting Komentar