Lisdiana Kurniasih (Mahasiswi IKIP PGRI Semarang, Angkatan 2009)
Pada dasarnya adalah mengupayakan anak untuk mempunyai kesadaran dalam berperilaku taat moral yang secara otonom berasal dari dala diri sendiri (Kurniarti 1992:112). Dasar otonomi nilai moral adalah identifikasi dan orientasi diri (soelaeman 1994). Pola hidup keluarga (Ayah dan Ibu) merupakan model ideal bagi peniruan dan pengidentifikasian perilaku dirinya otonomisasi nilai moral dalam diri anak yang berlangsung dua tahap : a). Pembiasaan Diri, b).Identifikasi Diri
Pada dasarnya adalah mengupayakan anak untuk mempunyai kesadaran dalam berperilaku taat moral yang secara otonom berasal dari dala diri sendiri (Kurniarti 1992:112). Dasar otonomi nilai moral adalah identifikasi dan orientasi diri (soelaeman 1994). Pola hidup keluarga (Ayah dan Ibu) merupakan model ideal bagi peniruan dan pengidentifikasian perilaku dirinya otonomisasi nilai moral dalam diri anak yang berlangsung dua tahap : a). Pembiasaan Diri, b).Identifikasi Diri
Penempatan
dan pengupayaan nilai moral dasar sebagai dasar pijakan berperilaku yang
dilandasi oleh kesadaran mereka bahwa nilai dasar (agama) dapat menjadi
benteng kokoh untuk mencegah anak-anak melakukan penyimpangan-penyimpangan
perilaku. Bila perilaku telah terseret ke dalam perilaku-perilaku tersebut,
upaya-upaya mereka untuk menanamkan kepemilikan dan pengembangan disiplin diri
akan sulit tercapai.
Bergling
(1985) mengembangkan dua macam metode pendidikan moral yang diprediksikan
memiliki kemampuan yang sama dalalm
meningkatkan pertimbangan moral anak. Tinggi atau rendahnya moralitas anak
dapat dilihat dari tingkat perkembangan moralnya. Oleh karena itu, Kohlberg
(1971) menekankan tujuan pendidikan moral adalah merangsang perkembangan
tingkat pertimbangan moral anak. Kematangan pertimbangan moral jangan diukur
dengan tingkat standar regional, tetapi hendaknya diukur dengan pertimbangan
moral yang benar-benar menjunjung tinggi nilai kemanusiaan yangbersifat
universal, berlandaskan prinsip keadilan, persamaan dan saling terima
(Bergling, 1985).
Bentuk pendidikan
moral pada hakikatnya lebih cocok dengan semangat moralitas baru yang
meletakkan tujaun moral hanya pada pengembangan dengan bantuan moral
discourse dalam pandangan moral. Dengan demikian, berarti pendidikan moral
membantu mengembangkan pemahaman moral seperti cinta kasih dan kesamaan, yang
merupakan tujuan program pendidikan moral (Frankena 1971:395-398).
Tujuan moral secara
filosofis menyerukan kebebasan dan kebiasan berpikir sehingga mampu melahirkan
pertimbangan yang bersifat universal untuk seluruh umat manusia. Prinsip moral
secara filosofis tidak membedakan seluruh peraturan, sedangkan nilai moral
secara konkret didasarkan pada aturan khusus yang berlaku pada suatu masyarakat
tertentu (Kohlberg 1971:129-145). Tujuan pendidikan moral ini, sebenarnya dapat
ditemukan dalam cakupan isi dan tujuan yang dikehendaki oleh bidang studi PKn
yang diajarkan oleh sekolah di Indonesia, yaitu yang bersumber dari nilai-nilai
sila kedua dari Pancasila, yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab.
Kant (Kolhberg
1977) memformulasikan dua cara untuk mewujudkan tercapainya tujuan pendidikan
moral secara filosofis yaitu:
a. Memaksimalkan rasa hormat kepada manusia
secara perorangan. Tindakan seseorang hendaknya selalu diarahkan kepada orang
lain sebagai tujuan akhir dan bukan sebagai alat.
b. Memaksimalkan universalisasi.
Tujuan pendidikan moral bukan saja demi
terlaksananya aturan yang didukung otoritas sosial tertentu, melainkan jug
menghendaki prinsip-prinsip yang dipilih secara bebas oleh individu berdasarkan
validitas intrinsik moralitasnya.
Oleh karena itu
prinsip moralitas harus bermuara pada prinsip keadilan. Prinsip ini bersentral
kepada nilai libertty (kebebasan), equality (kesamaan), reciprocity
(saling terima) dan setiap tahapan moral tersebut memperhatikan nilai-nilai
keadilan.
Beddoe (1981),
menyarankan agar pendidikan moral hendaknya dilaksanakan dengan mengembangkan
suatu tipe kehidupan yang memungkinkan seseorang memiliki sifat respec yang
mendalam kepada orang lain. Tujuan pendidikan moral seperti ini akan lebih
sesuai apabila dihubungkan dengan kondisi era globalisasi yang melanda dunia
karena revolusi industri dan derasnya informasi yang pada gilirannya akan lebih
banyak melahirkan konflik dan perubahan nilai-nilai ke arah universalisme.
Alhamdulillaah sangat membantu, tapi kok gak ada Pustakanya yah.. ? saya minta ijin untuk kopas. Jazakillaah..
BalasHapus