Lisdiana Kurniasih (Mahasiswi IKIP
PGRI Semarang)
Masyarakat
sebagai lembaga pendidikan ketiga yang ruang lingkupnya berbeda dari pendidikan
formal maupun pendidikan informal. Karena lingkungan masyarakat memiliki batasan yang tidak jelas dengan keanekaragaman
bentuk sosial serta berjenis-jenis budayanya.
Pendidikan
masyarakat biasa dikenal dengan pendidikan non-formal meliputi berbagai usaha
khusus yang diselenggarakan secara terorganisasi agar terutama generasi muda
dan juga orang dewasa, yang tidak dapat
sepenuhnya atau sama sekali tidak berkesempatan mengikuti pendidikan sekolah dapat
memiliki pengetahuan praktis dan ketrampilan dasar yang mereka perlukan sebagai
warga masyarakat yang produktif. Dengan demikian makna dan peranan pendidikan
non-formal tidak kalah pentingnya bila dibandingkan dengan pendidikan formal.
Pendidikan
non-formal diselenggarakan bagi warga masyarakat yang memerlukan layanan
pendidikan yang berfungsi sebagai pengganti, penambah, atau pelengkap.
Pendidikan non-formal berfungsi mengembangkan potensi peserta didik dengan
penekanan pada penguasaan pengetahuan dan ketrampilan fungsional serta
pengembangan sikap dan kepribadian profesional.
Pendidikan
non-formal meliputi pendidikan kecakapan hidup, pendidikan anak usia dini,
pendidikan ketrampilan dan pelatihan kerja. Satuan pendidikan non-formal
terdiri atas lembaga khusus, lembaga pelatihan, kelompok belalajar, pusat
kegiatan belajar masyarakat, majelis taklim, serta satuan pendidikan yang
sejenis.
Usaha pendidikana non-formal dapat diselenggarakan
oleh pemerintah maupun swasta dan masyarakat di sekolah maupun di luar gedung
sekolah. Kursus dan pelatihan diselenggarakan bagi masyarakat yang memerlukan
bekal pengetahuan, kecakapan hidup, dan sikap mengembangkan diri, mengembangkan
profesi, bekerja , usaha mandiri dan melanjutkan pendidikan ke jenjang yang
lebih tinggi. Penyelenggaraan pendidikan ini dapat diselenggaran secara
sederhana tanpa mendirikan gedung secara khusus, dapat menggunakan sarana fisik
yang telah tersedia seperti bangunan sekolah, bangunan pondok pesantren, balai
desa, sanggar pramuka.
Di
masyarakat terdapat norma sosial budaya yang harus diikuti oleh warganya,
norma-norma itu berpengaruh dalam pembentukan kepribadian warganya dalam
bertindak dan bersikap. Norma-norma masyarakat yang berpengaruh tersebut sudah
merupakan aturan-aturan yang ditularkan dari generasi tua ke generasi muda.
Penularan yang dilakukan dengan sadar dan bertujuan ini sudah merupakan proses
pendidikan masyarakat.
Pengaruh
lingkungan masyarakat tidaklah termasuk bentuk pendidikan, karena proses
pengaruhnya tidak dengan kesadaran dan tidak secara sengaja membawa anak didik
ke arah kedewasaan dan pada pengaruh lingkungan masyarakat tidak ada unsur
tanggung jawab orang dewasa terhadap yang belum dewasa. Seperti adanya pengaruh
sesama kawan sepermainan.
Oleh
sebab itu tujuan yang akan dicapai bersifat khusus, programnya terbatas, waktu
belajar lebih singkat, sehingga sering tidak perlu diadakan jenjang yang
formal. Hasil pendidikan non-formal dapat dihargai setara dengan hasil
pendidikan formal setelah melalui proses penilaian penyetaraan oleh lembaga
yang ditunjuk Pemerintah atau Pemerintah Daerah dengan mengacu pada standar
nasional pendidikan.
Sumber Referensi :
- Ahmadi, Abu. 2003. Ilmu Pendidikan. Jakarta : Rineka Cipta
- Hadikusumo, Kinaryo Drs, dkk. 1996. Pengantar Pendidikan. Semarang: IKIP PGRI Semarang
- Suparlan, M.Ed, Drs. 2008. Membangun Sekolah Yang Efektif. Jakarta : Hikayat
- Sudharto, M.A, Dr. 2009. Pengantar Ilmu Pendidikan. Semarang : IKIP PGRI Semarang