Oleh : Lisdiana Kurniasih (Mahasiswi IKIP PGRI
Semarang)
Bangsa dan negara Indonesia merupakan suatu bangsa yang
besar. Seperti yang telah kita ketahui bahwa bangsa Indonesia memiliki berbagai keragaman
diantaranya keragaman sosial, budaya, agama, aspirasi politik, ras dan
lain-lain.Berangkat dari keragaman itu, maka munculah konsep Pendidikan Multikultural. Dalam konsep pendidikan
multikultural ini menawarkan bagi semua peserta didik yang berbeda ras, etnis,agama serta kelas sosial dalam kelompok sosial.
Pendidikan
multikultural ini bertujuan memperluas berbagai
hal bukan hanya toleransi terhadap budaya yang berbeda,
tetapi lebih jauh daripada itu yakni mengembangkan sikap mutual respect atau sikap saling menghormati,
mengerti, menolong. Sedangkan, pelakasanaan konsep pendidikan multikultural itu sendiri perlu
dikembangkannya pengalaman kelompok yang dibangun dengan memperhatikan
pemahaman yang pada nantinya akan menjadi sikap yang relatif
stabil dan konsisten. Pendidikan multikultural merupakan pendekatan yang mengganti universalisme dengan partikularisme yang memunculkan
kesukuan. Apalagi paradigma
multikultural
secara implisit
juga menjadi salah satu concern
dari Pasal 4 UU No. 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional. Dalam pasal itu dijelaskan, bahwa pendidikan diselenggarakan secara
demokratis, tidak diskriminatif dengan menjunjung tinggi HAM, nilai keagamaan,
nilai kultural
dan kemajemukan bangsa.
Berangkat dari pernyataan diatas sekolah memiliki peranan dalam pembentukan kepribadian peserta didiknya
dan belum dapat digantikan oleh sistem yang lain. Pendidikan formal kemudian
ikut memberikan andil dalam proses pembentukan kultur itu sendiri. Dengan kata
lain, pendidikan formal adalah bagian dari proses pembentukan budaya
multikultural dan lembaga pendidikan multikultural. Pendidikan multikultural
ini sangat penting di dalam proses membangun budaya multikultural dalam sistem
persekolahan.
Pendidikan
yang bermuatan multikultural tidak mungkin dapat diukur semata-mata dan
didasarkan atas standar nasional yang kaku. Sekolah harus berfungsi sebagai
lembaga pembudayaan, dalam pengertian menjadi lembaga yang dapat menyediakan
kesempatan dan fasilitas untuk terjadinya proses pembudayaan yang dinamis.
Sudah
barang tentu proses ini memerlukan waktu dan usaha yang harus menjadi perhatian
guru. Dalam kaitan ini perlu diperhatikan bahwa belajar bukan hanya terjadi
pada level perilaku tetapi pemasukan secara internal.
Menejemen
berbasis sekolah memberikan kesempatan yang lebih besar untuk mengakomodasi
pendidikan multikultural. Hal ini dapat dicapai melalui tahap pemberdayaan.
Sekolah merupakan upaya menciptakan pendidikan yang bermuatan multikultural.
Sumber Referensi :
1.
Yaqin, M.Ainul. 2005. Pendidikan Multikulturalisme. Yogyakarta: Pilar Media
2.
Kaelan. 2004. Pendidikan Pancasila. Yogyakarta: Paradigma Yogyakarta.
berbeda tidak antara multikultural dengan multikulturalisme?
BalasHapusapa dampak di Masyarakat dengan tambahan imbuhan isme tersebut?