Rabu, 01 Mei 2013

Perkembangan Sistem Pendidikan Nasional


Pendidikan orde lama pada masa kekuasaan Soekarno cukup memberikan ruang bebas terhadap pendidikan. Karena konsep pemerintahan Soekarno yang berasaskan sosialisme menjadi rujukan dasar bagaimana pendidikan akan dibentuk, dijalankan, dan dilakoni dengan sedemikian rupa demi pembangunan dan kemajuan bangsa Indonesia di masa mendatang. Sosialisme memberikan penghargaan setinggi-tingginya terkait derajat yang sama di depan hukum dan kemanusiaan sehingga tidak ada yang dibedakan karena faktor suku, agama, dan ras. (Moh. Yamin: 2009).
Menurut Willy Aditya (2005), Indonesia di era Soekarno (orde lama), merupakan Negara sarat dengan cita-cita sosialisme, dan sangat mendukung pendidikan sebagai satu alat akselerasi masyarakat menuju masyarakat adil dan makmur sesuai cita-cita UUD 1945. Bahkan Indonesia mampu mengekspor guru ke Negara tetangga, menyekolahkan ribuan mahasiswa keluar negeri, dan menyebarkan mahasiswa-mahasiswa ke seluruh penjuru untuk mengatasi buta huruf. Dan puncaknya tahun 1960-an, terjadi peningkatan yang luar biasa karena banyaknya perguruan tinggi dan sekaligus mengindikasikan peningkatan jumlah mahasiswa dan pelajar di seluruh negeri.
Lembaga pendidikan sekolah di awal tahun 1950 sampai tahun 1960-an, mengalami penurunan kualitas yang cukup signifikan. Banyak tenaga lulusan sekolah yang berpotensial tidak lagi tertarik menjadi guru, melainkan terjun ke arus birokrasi pemerintah, menjadi birokrat dan politisi yang lebih menjanjikan di masadepan(Dr. Agus Salim, 2010 : 219).
Secara keseluruhan pendidikan nasional pada masa pemerintahan Soekarno berkembang sebagai wacana dinamis yang muncul sebagai berikut : 1) Berkembang arus kuat dari seluruh kekuatan pendidikan nasional ke dalam pusaran kekuasaan negara. 2) Dibutuhkan peningkatan mampuan untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan yang semakin rumit, dan 3) Membengkaknya beragam problematika masyarakat serta munculnya persoalan pendidikan jenis baru yang mengisyaratkan adanya kemerosotan pada aparat birokrasi pendidikan nasional (dalam bentuk kemampuan menyesuaikan wawasan profesional, metode kerja dll).
Permasalahan serius yang harus dihadapi pemerintah pada saat itu adalah banyaknya jumlah penduduk yang masih buta huruf. Kondisi tersebut tentunya mengganggu bagi kelangsungan pembangunan bangsa saat itu dalam proses mensejahterahkan rakyat secara keseluruhan dan bisa sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Oleh karena itu, tujuan dan usaha pendidikan nasional pemerintaha Orde Lama pada awalnya adalah untuk menghilangkan buta huruf.
Untuk mengentaskan buta huruf pada kalangan masyarakat, Departmen Pendidikan mencanangkan program wajib belajar 6 tahun. Pendidikan umum setingkat sekolah dasar digratiskan, kemudian pemberian beasiswa bagi yang cerdas tapi tidak mampu secara ekonomi dan memberikan subsidi kepada organisasi swasra yang menyelenggarakan pendidikan tersebut. Kemudian menugaskan Kementrian Pendidikan untuk mengadakan supervisi, bimbingan profesional, penentuan kurikulum dan buku teks, mengadakan supervisi terhadap sekolah-sekolah asing, dan mengatur hari libur.
Akan tetapi pelaksanaan program wajib belajar 6 tahun menghadapi berbagai rintangan. Yaitu, dimana jumlah sekolah dan guru belum memadai apabila wajib belajar itu hendak dilaksanakan. Karena mengingat jumlah guru yang dididik masih terbatas, sebagian lulusan sekolah-sekolah guru zaman kolonial yaitu tamatan NS (Normal School 4 tahun), KS (Kweek School 4 tahun), dan KS 6 tahun, selain itu juga ada guru-guru yang dididik selama 2 tahun (OVO) pada zaman kolonial. Untuk mengatasi persoalan tersebut, pemerintah mengadakan suatu jenis pendidikan guru secara masal yang dikenal sebagai KPKPKB (Kursus Pengajar Untuk Kursus Pengantar Kepada Kewajiban Belajar).
Ketika fokus awal pemerintahan orde lama, pada pelaksanaan kegiatan pendidikan nasional secara massal, terutama dikaitkan dengan pendidikan dasar atau wajib belajar 6 tahun terjadilah ledakan pendidikan baik di sekolah dasar maupun di sekolah menengah yang kemudian sedikit melupakan persoalan mutu dan kelanjutan pendidikan tersebut. Oleh karena itu, dirasakan perlunya meningkatkan mutu pendidikan pada saat itu.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar