Pendidikan
orde lama pada masa kekuasaan Soekarno cukup memberikan ruang bebas terhadap
pendidikan. Karena konsep pemerintahan Soekarno yang berasaskan sosialisme
menjadi rujukan dasar bagaimana pendidikan akan dibentuk, dijalankan, dan
dilakoni dengan sedemikian rupa demi pembangunan dan kemajuan bangsa Indonesia
di masa mendatang. Sosialisme memberikan penghargaan setinggi-tingginya terkait
derajat yang sama di depan hukum dan kemanusiaan sehingga tidak ada yang
dibedakan karena faktor suku, agama, dan ras. (Moh. Yamin: 2009).
Menurut Willy
Aditya (2005), Indonesia di era Soekarno (orde lama), merupakan Negara sarat
dengan cita-cita sosialisme, dan sangat mendukung pendidikan sebagai satu alat
akselerasi masyarakat menuju masyarakat adil dan makmur sesuai cita-cita UUD
1945. Bahkan Indonesia mampu mengekspor guru ke Negara tetangga, menyekolahkan
ribuan mahasiswa keluar negeri, dan menyebarkan mahasiswa-mahasiswa ke seluruh
penjuru untuk mengatasi buta huruf. Dan puncaknya tahun 1960-an, terjadi
peningkatan yang luar biasa karena banyaknya perguruan tinggi dan sekaligus
mengindikasikan peningkatan jumlah mahasiswa dan pelajar di seluruh negeri.
Lembaga pendidikan sekolah di awal tahun
1950 sampai tahun 1960-an, mengalami penurunan kualitas yang cukup signifikan.
Banyak tenaga lulusan sekolah yang berpotensial tidak lagi tertarik menjadi
guru, melainkan terjun ke arus birokrasi pemerintah, menjadi birokrat dan
politisi yang lebih menjanjikan di masadepan(Dr. Agus Salim, 2010 : 219).
Secara keseluruhan pendidikan nasional
pada masa pemerintahan Soekarno berkembang sebagai wacana dinamis yang muncul
sebagai berikut : 1) Berkembang arus kuat dari seluruh kekuatan pendidikan
nasional ke dalam pusaran kekuasaan negara. 2) Dibutuhkan peningkatan mampuan
untuk memecahkan masalah-masalah pendidikan yang semakin rumit, dan 3)
Membengkaknya beragam problematika masyarakat serta munculnya persoalan
pendidikan jenis baru yang mengisyaratkan adanya kemerosotan pada aparat
birokrasi pendidikan nasional (dalam bentuk kemampuan menyesuaikan wawasan
profesional, metode kerja dll).
Permasalahan serius yang harus dihadapi
pemerintah pada saat itu adalah banyaknya jumlah penduduk yang masih buta
huruf. Kondisi tersebut tentunya mengganggu bagi kelangsungan pembangunan
bangsa saat itu dalam proses mensejahterahkan rakyat secara keseluruhan dan
bisa sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Oleh karena itu, tujuan dan
usaha pendidikan nasional pemerintaha Orde Lama pada awalnya adalah untuk
menghilangkan buta huruf.
Untuk mengentaskan buta huruf pada
kalangan masyarakat, Departmen Pendidikan mencanangkan program wajib belajar 6
tahun. Pendidikan umum setingkat sekolah dasar digratiskan, kemudian pemberian
beasiswa bagi yang cerdas tapi tidak mampu secara ekonomi dan memberikan
subsidi kepada organisasi swasra yang menyelenggarakan pendidikan tersebut.
Kemudian menugaskan Kementrian Pendidikan untuk mengadakan supervisi, bimbingan
profesional, penentuan kurikulum dan buku teks, mengadakan supervisi terhadap
sekolah-sekolah asing, dan mengatur hari libur.
Akan tetapi pelaksanaan program wajib
belajar 6 tahun menghadapi berbagai rintangan. Yaitu, dimana jumlah sekolah dan
guru belum memadai apabila wajib belajar itu hendak dilaksanakan. Karena
mengingat jumlah guru yang dididik masih terbatas, sebagian lulusan
sekolah-sekolah guru zaman kolonial yaitu tamatan NS (Normal School 4 tahun),
KS (Kweek School 4 tahun), dan KS 6 tahun, selain itu juga ada guru-guru yang
dididik selama 2 tahun (OVO) pada zaman kolonial. Untuk mengatasi persoalan
tersebut, pemerintah mengadakan suatu jenis pendidikan guru secara masal yang
dikenal sebagai KPKPKB (Kursus Pengajar Untuk Kursus Pengantar Kepada Kewajiban
Belajar).
Ketika fokus awal pemerintahan orde lama,
pada pelaksanaan kegiatan pendidikan nasional secara massal, terutama dikaitkan
dengan pendidikan dasar atau wajib belajar 6 tahun terjadilah ledakan pendidikan
baik di sekolah dasar maupun di sekolah menengah yang kemudian sedikit
melupakan persoalan mutu dan kelanjutan pendidikan tersebut. Oleh karena itu,
dirasakan perlunya meningkatkan mutu pendidikan pada saat itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar